Tahapan Spermatogenesis Pada Ternak - Spermatogenesis atau produksi sperma adalah aktifitas fisiologis dalam organ reproduksi ternak jantan untuk menghasilkan spermatozoa sebagai sel telur jantan yang nanti akan membuahi sel telur (ovum) melalui proses fertilisasi. Proses spermatogenesis pada ternak terjadi ketika ternak telah mengalami pubertas. Spermatogensis terjadi di dalam testis sebagai organ reproduksi primer ternak jantan.

Testis diketahui memiliki dua fungsi utama dalam system reproduksi, yaitu menghasilkan hormone testosterone dan hormone steroid lainnya (sel Leydig) serta untuk memproduksi spermatozoa (sel Sertoli). Fungsi utama hormone testosterone adalah untuk memicu libido yang kemunculannya karena pengaruh Leutinizing Hormone (LH) atau pada ternak jantan lebih dikenal sebagai Interestial Cell Stimulating Hormone (ICSH). Kehadiran testosterone menghasilkan positif feedback kepada sel sertoly untuk memulai proses spermatogenesis.

Produksi sepermatozoa atau spermatogenesis utamanya terjadi melalui dua tahap yaitu spermatocytogenesis dan spermiogenesis.

Spematocytogenesis

Spermatocytogenesis adalah proses perkembangan jaringan spermatogenic di dalam testis yang terjadi sebagai hasil dari proses pembelahan-pembelahan sel spermatogonia. Pembelahan ini terjadi secara cepat dan mengarah ke lumen lobula. Spermatogonia mengalami beberapa kali pembelahan mitosis (menghasilkan kromosom haploid) yang pada akhirnya membentuk spermatocyte primer.

Spermatocyte primer selanjutnya mengalami pembelahan meiosis sehingga membentuk spermatocyte sekunder. Pada pembelahan meiosis ini terjadi perubahan komposisi kromosom dari yang tadinya bersifat haploid menjadi diploid.

Proses pembelahan tidak behenti, melainkan terus berlanjut dimana setiap spermatocyt sekunder terus membelah sehingga membentuk sel-sel yang lebih kecil yang disebut spermatid. Setiap satu spermatocyte sekunder menghasilkan dua spermatid.

Spermiogenesis

Spermatid yang terbentuk selama fase spermatocytogenesis mengalami diferensiasi pada fase spermiogenesis. Sehingga setiap satu spermatid akan terbentuk menjadi sperma. Proses ini melibatkan beberapa perubahan termasuk pembentukan akrosom, kepala, midpice,dan ekor.

Bagian kepala sperma merupakan nukleus yang berisis materi genetik, bagian inilah tempat DNA terkandung. Rata-rata berat sperma adalah 2,5 x 10^-11 (2,5 kali 10 pangkat -11) dimana setengah dari berat tersebut adalah berat kepala sperma.

Hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis ini adalah Luteunizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Dalam proses ini, kehadiran testosteron juga diperlukan. Sel-sel sertoli juga sebagai sumber inhibin, yaitu suatu hormon polipetida yang memasuki sirkulasi sitemik untuk menekan sekresi FSH oleh kelenjar pituitary.

Transport dan Maturasi Spematozoa

Spermatozoa yang dihasilkan melalui proses spermatogenesis selanjutnya ditransportasikan ke epididiymis untuk ditampung serta mengalami pematangan (maturasi). Transport spermatozoa di dalam epididymis terjadi secara pelan karena adanya kontraksi otot secara peristaltic yang menyebabkan perbedaan tekanan cairan di dalam.

Selama proses transport yang lamban tersebut juga terjadi undergo dan maturasi spermatozoa yang utamanya terjadi di bagian caput dan corpus epididymis.

Spermatozoa yang mature (dewasa) dan fertile selanjutnya ditampung di cauda epididymis. Secara umum, proporsi spermatozoa akan ditemukan sebanyak 30-35% di bagian caput dan corpus  epididymis, 50-50% di bagian cauda epididymis, serta 10-15% di bagian vas deferen.

Frekuensi ejakulasi berpengaruh terhadap lamanya waktu penyimpanan spermatozoa di bagian cauda epididymis, tetapi tidak mempengaruhi waktu transport dan penyimpanan di bagian caput dan corpus epididymis.

Rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan selama transport melalui caput dan corpus epididymis adalah 2 sampai 3 hari, sedangkan untuk melewait cauda epididymis rata-rata 3-5 hari.

Selama proses transport di epididymis, spermatozoa mengalami perbuahan morfologi dan metabolisme, serta terjadi peningkatan motilitas. Proses ini tergantung dari kehadiran dihydrotestosterone yang merupakan turunan dari testosterone (kemungkinan aldosterone) yang dihasilkan oleh adrenal korteks.

Fungsi Pengaturan Suhu Testis (Termoregulasi)

Untuk mendukung fungsi testis dalam menghasilkan spermatozoa yang motil dan berkualitas baik, testis harus mempertahankan suhunya selalu lebih rendah dari suhu tubuh. Kemampuan ini disebut sebagai kemampuan termoregulasi testis.

Bagaimana testis dapat mengatur agar memiliki suhu yang selalu rendah dari tubuh ini diperankan oleh skrotum yang tidak hanya sekedar berfungsi sebagai pembugkus testis. Otot tunica dartos pada skrotum akan mengalami kontraksi pada suhu lingkungan yang dingin sehingga menarik testis lebih merapat ke tubuh.

Pada suhu lingkungan yang lebih panas tunica dartos mengalami relaksasasi dan vice versa akan memainkan perannya sehingga scrotum akan membawa testis menjauh dari tubuh. Dalam kondisi panas skrotum akan tampak menggantung dan tidak merapat ke tubuh sebagai upaya untuk menjaga agar suhu testis selalu lebih rendah dari suhu tubuh.

Fungsi termoregulasi testis ini juga didukung oleh arteri testicular dimana dalam kondisi panas aliran darah arteri akan masuk ke testis dan pada saat yang sama aliran darah pada pembuluh darah vena akan keluar meninggalkan testis.

Mekanisme ini akan menyebabkan suhu pada darah arteri akan lebih rendah 4 derajat Celcius dari suhu tubuh, disamping itu aliran darah vena yang keluar dari testis berlahan akan menjadi lebih hangat ketika meninggalkan testis. Posisi arteri dan vena yang dekat dengan testis memungkinkan testis lebih cepat dalam menyesuaikan suhu sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada.

Sebagai kesimpulan bahwa fungsi termoregulasi testis bertujuan untuk menciptakan kondisi optimal bagi testis agar dapat berfungsi dengan baik. Temperatur testis ini juga berkaitan dengan normalitas spermatozoa yang dihasilkan agar untuk mendukung proses fertilisasi.