Interaksi Corpus Luteum dan Uterus - Corpus Luteum (CL) adalah salah satu produk ovarium yang berasal dari kulit folikel yang mengalami ovulasi yang memiliki fungsi utama menghasilkan hormone Progesteron(P4). Fungsi Corpus luteum ini sangat penting dalam masa kebuntingan ternak. Sebagaimana diketahui bahwa Progesteron ini yang berfungsi untuk memelihara kebuntingan. Artinya bahwa kehadiran CL di ovarium diperlukan selama fase kebuntingan ternak, namun jika tidak terjadi kebuntingan antara 14-17 hari setelah estrus maka corpus luteum akan mengalami lisis.

Selama fase kebuntingan, corpus luteum pada hampir semua ternak mamalia diperlukan untuk merawat kebutingan, temasuk pada sapi, kambing, anjing, dan babi. Namun pada domba dan hewan primata corpus luteum tidak terlalu diperlukan pada fase akhir kebuntingan karena plasenta dapat menghasilkan hormone progesterone yang cukup untuk merawat kebutingan hingga partus.

Peran corpus luteum dalam pemeliharaan kebuntingan, serta interaksi corpus luteum dengan uterus pada saat terjadinya luteulisis akan diuraikan pada artikel ini.

Interaksi Corpus Luteum dengan Uterus pada Kebutingan Ternak

Corpus luteum menjadi fungsional dan menghasilkan hormone progesterone ketika ternak bunting dan terjadi perubahan pola sekresi PGF2@ dari uterus. Artinya bahwa jika terjadi kebuntingan maka corpus luteum akan tetap dipertahankan di ovarium untuk menghasilkan progesterone, tetapi jika tidak terjadi kebuntingan corpus luteum akan mengalami lisis dan siklus folikullogenesis dilanjutkan kembali untuk memproduksi folikel.

Saat terjadi kebuntingan, lisisnya corpus luteum dihambat melalui pengaturan pelepasan PGF2@ oleh uterus. Uterus dalam hal ini menerima sinyal (konseptus sinyal) sehingga sekresi PGF2@ dihambat sehingga tidak terjadi lisisi pada corpus luteum. Pada ternak ruminansia, konseptus sinyalnya berupa protein dari trophectoderm yang teridentifikasi sebagai interferon-t (IFNT). Mekanisme melalui IFNT ini adalah menghambat terjadinya luteulisis dengan menghalangi kerja reseptor oxytocin sehingga mencegah oxytocin untuk menstimulasi disekresikannya PGF2@.

Pada ternak sapi, mekanisme kerja IFNT tidak sesederhana mekanismenya melalui penghambatan reseptor oxytocin tetapi melalui penurunan ekpresi cyclooxygenase-2 (COX-2) dan PGF synthase (PGFS). IFNT secara langsung menghambat protein kinase C yang berhubungan dengan produksi PGF2@ dan ekspresi COX-2 dan phospholipase A2. Dengan demikian, saat terjadi kebutingan kehadiran corpus luteum tetap dipertahankan untuk menghasilkan pogesteron yang berperan pentinga dalam merawat kebuntingan.

Interaksi Corpus Luteum dengan Uterus saat tidak terjadi Kebuntingan

Berbeda halnya dengan kasus ketika terjadi kebuntingan dimana corpus luteum terus dipertahankan di ovarium, saat tidak terjadi kebuntingan corpus luteum akan mengalami lisis. Lisisnya corpus luteum tidak terlepas dari adanya interaksi antara ovarium dan uterus untuk menjaga keseimbangan siklus reproduksi ternak yang normal.

Jika tidak terjadi kebuntingan ternak, ovarium menghasilkan Oxytocyn sedangkan uterus mensekresikan PGF2@ yang keduanya diketahui memiliki feedback positif yang saling mempengaruhi dalam siklus reproduksi ternak utamanya ternak ruminansia. Kehadiran oxytocin memberikan positif feedback kepada endometrium uterus untuk mensekresikan PGF2@ dimana kehadiran PGF2@ ini pula mempengaruhi disekresikannya oxytocin oleh corpus luteum di ovarium. Interaksi ini akan terus terjadi sampai hari ke 17 setelah oestrus yang menyebabkan corpus luteum lisis karena pengaruh PGF2@.

Lisisnya corpus luteum oleh PGF2@ melalui mekanisme vasokontriksi yang dihasilkan sehingga aliran darah yang membawa nutrient (dan termasuk LH) ke corpus luteum terhambat, yang pada akhirnya menyebabkan lisisnya corpus luteum. Lisisnya corpus luteum menandai berakhirnya fase diestrus dan memasuki fase pro-estrus pada siklus estrus ternak betina.